Malam minggu, kata orang waktu yang panjang
untuk pacaran. Tapi tidak untukku. Dua tahun
sudah aku berpacaran dengannya dan selama itu pula aku tidak pernah merasakan
asyiknya bermalam mingguan berdua. Ya, cintaku dan dia memang tidak pernah
direstui oleh orang tuaku entah karena apa. Tetapi alasan mereka tak pernah
mampu buatku mengakhiri hubungan ini, karena aku tak cukup puas dengan apa yang
mereka katakan. “Dia anak broken home sayang, takkan mampu membuatmu bahagia”,
tutur Mama lembut tapi mengena. Namun sejauh ini aku masih merasa bahagia
dengannya. “Ma, aku anggap diriku sudah dewasa dan aku ingin mama juga
beranggapan demikian. Pun ketika aku harus menentukan pasangan hidupku ma”,
kataku membela.
Dilema. Satu kata yang cukup mewakili
ceritaku bersamanya. Sama seperti malam minggu lainnya, malam ini pun aku harus
lewati sendiri tanpa dia. Tapi malam minggu ini berbeda. Ketika sekuntum bucket
bunga mawar merah hadir di pagar tembok belakang rumah. Aku takut aku salah
mengira, aku takut aku salah menduga, dan aku pun takut aku salah menerima.
Perlahan aku baca kartu yang diselipkan pengirimnya. “Cinta, aku tau rangkaian
bunga ini tak cukup mampu menghapus kesedihanmu. Tapi paling tidak, mawar merah
ini datang sebagai pengganti hadirku di malam minggu”, begitu bunyinya. Bulir
air mata menetes di pipiku, sepertinya dia merasakan apa yang aku rasa malam
itu.
“Bunga dari siapa itu?”, teriak mama
membuyarkan lamunanku. Sontak aku menyembunyikan bunga itu di balik punggungku.
“ehh ehh bukan dari siapa-siapa (terbata-bata)”, jawabku. “Kamu tau nak, bucket
bunga seperti itu masih belum cukup untuk meminangmu. Coba kamu lihat toko-toko
bunga di depan sana, banyak bunga seperti itu. “Nothing
special”, mama mengeluarkan statement yang aneh di pendengaran. Sepertinya
rangkaian kata-kata dalam otakku tidak cukup kuat tuk melawannya. Ya sudahlah,
biarkan semua mengalir apa adanya. Aku yakin semua akan indah pada waktunya.
“Malam mbak, ada bingkisan dari seseorang ni”
kata orang di depan rumah. “makasih mas”, jawabku. Di bungkus kadonya tertulis
“ini kado bukan kado biasa, ucap basmalah ketika membukanya J. Aku tau ini dari dia, itu hanya alasan dia
untuk menghiburku yang galau setiap malam minggu. Toeng toeng toeng, boneka badut
dengan pegas yang mental ketika aku buka. Pantas saja dia menyuruhku mengucap
basmalah, abis kadonya mengagetkan.
Bermacam-macam bingkisan dan bermacam-macam
bunga dikirimnya untukku setiap malam minggu, ya setiap malam minggu. Tak lain
dan tak bukan karena kami memang tak pernah bertemu, sebagai pengganti
hadirnya pada malam minggu.
Tapi
kali ini tidak. Sudah tiga malam minggu aku tidak menjumpai bingkisan ataupun
bunga dari dirinya. Ada yang aneh. Kenapa? Hatiku dipenuhi prasangka. Ya Tuhan,
ada apa dengan dirinya. “Bu, mengapa aku tak pernah lagi melihat pelangi itu di
malam minggu?” sms ini kukirimkan pada ibu, ibu kekasihku.
Ibunya baru membalas smsku tiga hari setelah
itu, “cintanya padamu perlahan membuatnya rapuh nak, kerinduannya padamu seolah
mencabik-cabik tubuhnya yang memang sudah kurus kering sejak berapa bulan yang
lalu. Kini ia terbaring di rumah sakit bersama mawar putih yang tak sempat
dikirimnya tiga minggu lalu. Terlebih sms yang dikirim mamamu waktu itu,
membuatnya semakin merasa tak cukup kuat untuk berdiri. Datangi anakku nak, sekali
ini saja, buat ia merasa bahagia ada di pelukanmu saat malam minggu”. Berakhir
membaca sms itu hatiku merasa hancur berkeping-keping. Malam minggu itu besok, satu hari lagi. Aku harus berupaya keluar dari rumah ini untuk
menjenguknya, otakku
berkecamuk, “harus bisa”. Ternyata
alasanku tak sia-sia, alasanku berhasil meyakinkan mereka dan aku boleh keluar
malam minggu itu.
“bu, gimana keadaan kekasihku?”, kataku
menyapa sang ibu yang sedang gelisah di ruang tunggu. “masuk saja nak, dokter
sedang memeriksa kekasihmu”, jawab ibu. Aku masuk ke ruangan bernama hewan
nomor 21. Kulihat kekasihku terbaring lemah di sudut ruangan itu. kupanggil
namanya, kupeluk dia. “Ini aku sayang, aku kekasihmu”, ucapku sambil
memeluknya. Dia terbangun mendengar suaraku. “lihat bunga itu sayang, itu bunga
yang tak sempat aku berikan pada malam minggu yang kamu tunggu-tunggu waktu
itu”, tuturnya sembari memandangi mawar putih yang sudah layu.
“iya aku tau sayang, mawar itu masih kau
simpan saja kenapa?sampai selayu itu?”, tanyaku padanya. “karena mawar itu akan
menjadi mawar terakhir yang pernah aku berikan untukmu di malam minggu. Mamamu
mengancamku agar aku tak mendekatimu lagi sayang jika aku belum memenuhi syarat
yang dia inginkan. Aku takut kamu kenapa-napa jika aku nekat mempersuntingmu.
Bersabar ya sayang, aku janji akan mempersuntingmu pada malam minggu bulan
Januari tahun depan, tepat ketika ulang tahunmu. Malam minggu itu adalah malam terindah penuh kenangan untuk
kita suatu saat nanti. Nantikan lagi kembalinya pelangi malam minggu bulan
Januari tahun depan. Aku janji”.
siAPa,
Kunantikan
pelangimu pada malam minggu lainnya
Dps. 07112011, 21.05